MUTIARA KEHIDUPAN

man jadda wajada

Rabu, 26 Januari 2011

Menunggu Purnama


Tak ada bayang semu, ketika jelas sudah perkara..namun masa itu belum ada titik terang, dan sang pengembara hanya bisa berjalan terus menyusuri jalanan…

Masih jelas terpatri dalam lubuk hati, ketika tetes demi tetes kegundahan, kerisauan, dan keraguan menumpuk di pelupuk mata, menunggu waktunya untuk keluar, namun debu kota telah menghalanginya…

Adalah suatu waktu, saat yang seharusnya disambut dengan keindahan senyuman. Tapi bukan menjadi pelipur lara, melainkan membuka segores rasa tidak mengerti akan kehidupan yang dijalani. Bahkan saat itu, tak ada kejernihan dalam mengayuh roda pertama, yang ada hanya kekeruhan dalam semak.

Hati segera mencari pembenaran, sebelum terlambat. Menyelami beberapa samudera untuk mengetahui kedalamannya. Menelusuri jalanan di hutan untuk mengukur kadar jauhnya. Betapa hati ingin kompromi, mengajak Sang Pemilik rembulan untuk menerangi malam – malam sunyi. 

Dan waktu pun terus berlalu, tanpa ampun.

Satu mata terbuka, mencoba membuka kunci kesadaran di dunia, setelah kurun waktu mengurungnya dalam kehampaan. Merasa utuh sempurna adalah hal yang mustahil, sehingga tak perlu menunggu sang waktu beruban dahulu. 

Mencari keseimbangan, dan akhirnya lagi – lagi waktu telah mendahului. Dengan bantuan angin, ia terbang dengan cepat, masuk ke dalam banyak lubang. Tak ayal, harus diperbaiki.

Hanya detak waktu yang terdengar…

Ini tentang waktu. Waktu yang ingin berkunjung. Menuju sebuah pelabuhan, dalam ikatan yang sangat kuat. Ini bukan permainan. Dan inilah, jawaban atas gundah yang menggunung, sapaan dari ujung malam untuk menjemput senyuman ketika ia tiba.

Sepoi berlalu dengan anggun, meninggalkan kelembutan di setiap jejaknya. Meski bersama panas, meski ditemani hujan. Terlebih ketika badai turut serta dalam dinginnya bukit. Apalah daya mereka, dibanding kekuatanNya??? Tak ada yang mampu menghalanginya…

Masa – masa menuju awal. Sebuah awalan yang meninggalkan akhir. Melupakan segala bentuk interfensi. Seolah tak peduli, membiarkan mereka basah dalam satu kubangan. Entah salah siapa. Entah karena siapa. Yang terbersit hanyalah satu cermin, sebuah batu loncatan…karena memang disana, sepoi merunduk.

Saat itu, waktu kemudian dipatri…

Kolam yang sangat luas. Tak akan habis untuk diselami, sampai akhir hayat. Disana, telah tumbuh banyak macam individu, yang mengantarkan ke banyak pintu. Tinggal memilih. Pilihan yang dibenarkan, bukan mencari pembenaran. Pembelajaran tak kan pernah usai. Paruhnya pun tak akan musnah, karena kekuatan menandinginya. Masuk kedalamnya, dan menghirup udara segar darinya.

Tak ada masa yang kembali…yang ada hanyalah masa yang akan terjadi…

Kembali tentang waktu, yang hanya dalam hitungan sepoi. Menunggu kelembutannya mengendap, dan menjadi pelipur lara.

The secret room, Wednesday 26, January 2010
01:42 am.

2 komentar:

^___________^
numpang comment, yaa...

follow ke blog mb An juga, sist..
www.aniamaharani.blogspot.com
 
salam gan ...
menghadiahkan Pujian kepada orang di sekitar adalah awal investasi Kebahagiaan Anda...
di tunggu kunjungan balik.nya gan !