MUTIARA KEHIDUPAN

man jadda wajada

Shiroh


Abdurrahman bin Abu Bakar
“Pahlawan Sampai Saat Terakhir”

Ia merupakan lukisan nyata tentang kepribadian Arab dengan segala kedalaman ilmunya. Sementara bapaknya adalah orang yang pertama kali beriman, dan mendapat gelar “Shiddiq” yang memiliki corak keimanan tiada taranya terhadap Allah dan RasulNya. Ayahnyakah sahabat yang bersama Rasulullah berada dalam gua Tsur.
Abdurrahman termasuk salah seorang yang keras laksana batu karang menyatu menjadi satu, senyawa dengan agama nenek moyangnya dan berhala-berhala Quraisy.
Di perang Badar ia tampil sebagai barisan penyerang di pihak tentara musyrik. Di perang Uhud ia mengepalai pasukan panah yang dipersiapkan Quraisy untuk menghadapi kamu Muslimin. Sebelum kedua pasukan itu bertempur, terlebih dahulu seperti biasa dimulai dengan perang tanding. Abdurrahman maju ke depan dan meminta lawan dari pihak Muslimin. Maka bangkitlah bapaknya yakni Abu Bakar Shiddiq RadhiyallaAnhu  maju ke muka melayani tantangan anaknya itu. Namun, Rasulullah menahan sahabatnya itu dan menghalanginya melakukan perang tanding dengan putranya sendiri.
Bagi seorang Arab asli, tidak ada cirri yang lebih menonjol dari kecintaannya yang teguh terhadap apa yang diyakininya. Jika ia telah meyakini kebenaran suatu agama atau sebuah pendapat, maka tak ubahnya ia bagai tawanan yang diperbudak oleh keyakinannya itu hingga tidak dapat melepaskan diri lagi.
Kecuali bila ada keyakinan baru yang lebih kuat, memenuhi rongga akal dan jiwanya tanpa syak wasangka sedikit pun, serta mampu menggeser keyakinannya yang pertama tadi.
Demikianlah, bagaimana pun juga hormatnya Abdurrahman kepada bapaknya, serta kepercayaannya yang penuh pada kematangan akal dan kebesaran jiwa serta budinya, namun keteguhan hati terhadap keyakinannya tetap mengakar hingga tiada terpengaruh oleh keislaman bapaknya itu. Maka ia berdiri teguh dan tak beranjak dari tempatnya, memikul tanggung jawab akidah dan keyakinannya itu, membela berhala-berhala Quraisy dan bertahan mati-matian di bawah bendera dan panji-panjinya, melawan Kaum Mu’minin yang telah siap mengorbankan jiwanya.
Orang-orang kuat seperti ini, tidak buta akan kebenaran, walaupun untuk mencapai hal itu diperlukan waktu yang lama.
Kekerasan prinsip, cahaya kenyataan dan ketulusan mereka, pada akhirnya akan membimbing mereka pada jalan yang haq dan mempertemukan mereka dengan petunjuk dan kebaikan. Oleh taqdir itu, yaitu saat yang menandai kelahiran baru dari Abdurrahman bin Abu Bakar Shiddiq. Pelita-pelita petunjuk telah menerangi dirinya, hingga mengikis habis baying-bayang kegelapan dan kepalsuan warisan jahiliyah. Dilihatnya Allah Maha Tunggal lagi Esa di segala sesuatu yang terdapat di sekelilingnya, dan petunjuk Allah pun mengakar kuat pada diri dan jiwanya, hingga ia pun menjadi salah seorang muslim.
Secepatnya ia bangkit melakukan perjalanan jauh menemui Rasulullah untuk kembali ke pangkuan agama yang haq. Maka bercahaya-cahayalah wajah Abu Bakar karena gembira ketika melihat putranya itu menyatakan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Di waktu kafirnya ia adalah seorang jantan. Maka sekarang ia memeluk islam secara jantan pula! Tiada sesuatu harapan yang menariknya, tiada juag sesuatu ketakutan yang menghalanginya!
Hal itu tiada lain hanyalah suatu keyakinan yang benar dan tepat, yang dikaruniakan oleh hidayah Allah dan taufikNya!
Sejak saat itu Abdurrahman pun berusaha sekuat tenaga untuk menyusul ketinggalan-ketinggalannya selama ini, baik di jalan Allah, maupun di jalan Rasul dan orang-orang mu’min.
Di amsa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan masa khalifah-khalifah sepeninggalnya, Abdurrahman tak ketinggalan mengambil bagian dalam peperangan, dan tidak pernah berpangku tangan dalam jihad yang beraneka ragam.
Dalam perang Yamamah yang terkenal ittu, jasanya amat besar. Keteguhan dan keberaniannya memiliki peranan besar dalam merebut kemenangan dari tentara Musailamah dan orang-orang murtad. Bahkan dialah yang menghabisi riwayat Mahkam bin Thufeil, yang menjadi otak perencana bagi Musailamah. Dengan segala daya upaya dan kekuatannya ia berhasil mengepung benteng terpenting yang digunakan oleh tentara murtad sebagai tempat yang strategis untuk pertahanan mereka.
Tatkala Mahkam jatuh disebabkan suatu pukulan yang menentukan dari Abdurrahman, sedang orang-orang sekelilingnya lari tunggang-langgang, terbukalah kesempatan besar dan luas di benteng itu, hingga prajurit-prajurit Islam masuk berlompatan ke benteng itu.
Di bawah nanungan islam, sifat-sifat utama Abdurrahman bertambah tajam dan lebih menonjol. Kecintaan pada keyakinannya dan kemauan yang tefuh untuk mengikuti apa yang dianggapnya haq dan benar, kebenciannya terhadap sikap bermanis mulut dan mengambil muka, merupakan sari hidup dan permata kepribadiannya. Tiada sedikit pun ia terpengaruh oleh sesuatu pancingan atau dibawah sesuatu tekanan, bahkan juga pada saat yang amat gawat, yakni ketika Muawiyyah memutuskan hendak memberikan bai’at sebagai khalifah kepada Yazid dengan menggunakan ketajaman senjata.
Muawiyah mengirim surat bai’at kepada Marwan gubernurnya di Madinah dan menyuruh untuk membacakannya kepada kaum Muslimin di masjid. Marwan melaksanakan perintah itu, tetapi belum selesai ia membacakannya, Abdurrahman bin Abu Bakar pun bangkit dengan maksud hendak merubah suasana hening yang mencekam itu menjadi banjir protes dan perlawanan keras. Ia berkata: ”Demi Allah, rupanya bukan kebebasan memilih yang anda berikan kepada ummat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tetapi anda hendak menjadikannya kerajaan seperti di Romawi sehingga bila seorang kaisar meninggal, tampillah kaisar lain sebagai penggantinya!”.
Saat itu Abdurrahman melihat adanya bahaya besar yang sedang mengancam Islam, seandainya Muawiyah melanjutkan rencananya itu. Karena akan merubah hukum demokrasi dalam Islam dimana rakyat dapat memilih kepala negaranya secara bebas, menjadi sistem monarki dimana rakyat akan diperintah oleh raja-raja atau kaisar-kaisar yang akan mewarisi tahta secara turun temurun.
Belum lagi selesai Abdurrahman melontarkan kecaman keras ini kepada Marwan, ia telah disokong oleh segolongan Muslimin yang dipimpin oleh Husein bin Ali, Abdullah bin Zubeir dan Abdullah bin Umar.
Dibelakang muncul beberaoa keadaan mendesak yang memaksa Husein, Ibnu Zubeir dan Ibnu Umar berdiam diri terhadap rencana bai’at yang hendak dilaksanakan Muawiyah dengan kekuatan senjata ini. Tetapi Abdurrahman tidak putus asa menyatakan tentang batalnya bai’at ini secara terus terang.
Muawiyah mengirim utusan untuk menyerahkan uang kepada Abdurrahman sebanyak seratus ribu dirham dengan maksud hendak membujuknya. Tetapi Abdurrahman melemparkan harta itu jauh-jauh, dan berkata pada utusan Muawiyah:
”Kembalilah kepadanya dan katakan bahwa Abdurrahman tidak akan menjual Agamanya denga  dunia!”.
Tatkala diketahuinya setelah itu bahwa Muawiyah sedang bersiap-siap akan melakukan kunjungan ke Madinah, Abdurrahman segera meninggalkan kota itu menuju Mekah. Rupanya iradah Allah akan menghindarkan dirinya dari bencana dan akibat pendiriannya ini. Karena baru saja ia sampai di kota Mekah dan tingagl sebentar disana, ruhnya pun berangkat menemui Tuhannya.
Orang-orang mengusung jenazahnya di bahu-bahu mereka dan membawanya ke suatu dataran tinggi di kota Mekah lalu memakamkannya di sana, yaitu di bawah tanah yang telah menyaksikan masa jahiliayahnya, dan juga telah menyaksikan masa Islamnya! Yakni keislaman seorang laki-laki yang benar, berjiwa bebas dan kesatria!

Diambil dari buku "101 Sahabat Nabi"
oleh Hepi Andi Bastoni

AMANAH

Kota Madinah menjadi gempar dengan berita pengangkatan Umar bin Abdul Aziz yang sangat masyhur dikalangan masyarakat, bahkan di seluruh penjuru negeri Islam. Sebab selain sebagai pribadi yang istimewa, Umar menggantikan tokoh Hisyam bin Ismail, yang terkenal dengan kelaliman dan kekerasannya, hingga banyak menimbulkan kekacauan dan ketidaksenangan masyarakatnya.

Mengawali pemerintahannya, Umar mengumumkan bahwa ia melakukan pembaharuan dan perbaikan yang berkaitan berbagai aspek bidang kehidupan. Tidak dibenarkan selain yang benar, yang baik itu bukanlah yang buruk, kebenaran itu bukanlah kebohongan, adil itu bukan kesewang-wenangan, ujar Umar. “Inilah yang menjadi undang-undang dan system pemerintahanku”, tambah Umar.

Ketika itu, saat Umar menerima amanah memegang kekuasaan, sebagai pemimpin negara, maka dipilihlah sepuluh orang ulama yang shaleh dan terkemuka di Madinah, sebagai anggota majelis penasehatnya. Pada pertemuan majelis yang pertama, Umar bin Abdul Aziz menyampaikan pesan kepada mereka sebagai berikut :
“Saya ajak tuan-tuan berkumpul dalam majelis ini untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dijanjikan beroleh pahala dari Nya. Tuan-tuan akan menjadi pembantu saya dalam menegakkan kebenaran. Atas nama Allah, saya mengharap kepada tuan-tuan, seandainya tuan-tuan melihat tindakan saya nanti bertentangan dengan aturan dan hukukm Allah, ingatkanlah saya dan tunjukkan saya jalan yang benar”, ungkap Umar.

Dalam catatan sejarah yang ada, Umar berhasil menjadikan daerah yang dipimpinnya wilayah yang teladan dalam segala hal. Selanjutnya, Umar bin Abdul Aziz dipercaya memimpin seluruh wilayah Hejaz, seperti Makkah, Madihan, dan Thaif dan sekitarnya. Pengalaman ini menjadi perjalanan kehidupannya, yang kelak Umar bin Abdul Aziz akan mendapatkan kepercayaan yang lebih besar.

Putera Abdul Aziz ini selalu mengawasi setiap etika, norma hukum, dan pelaksanaan nilai-nilai Islam. Ia memimpin umatnya dan membangun kebesarannya, bukan dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan budi, sikap, kerendahan hati terhadap sesama manusia, yang disertai dengan keadilan, kebijaksanaan serta kasih sayang, tanpa memilih-milih. Sampai Umar menerima tugas yang lebih besar lagi, diangkat menjadi pemimpin (khalifah), yang memiliki tanggungjawab yang lebih besar lagi. Isterinya, Fatimah binti Abdul Malik, mengisahkan suatu peristiwa yang dialaminya, yaitu, “Suatu hari aku masuk ke kamarnya, dan kulihat ia sedang duduk diatas tikar shalatnya. Pipinya ditempelkan diatas tangannya, dan airmatanya mengalir tanpa henti …

Lalu, Fatimah bertanya, “Mengapa engkau menangis seperti ini?”, tanya Fatimah. “Oh .. malangnya Fatimah, aku diberi tugas mengurus seperti ini… Yang menjadi buah pikiranku adalah nasib si miskin yang kelaparan, orang yang merintih kesakitan, orang yang terasing di negeri ini, orang-orang tua renta, janda yang sendirian, orang-orang yang mempunyai tanggungan keluarga yang besar dengan pengasilan yang sangat kecil, dan orang-orang yang senasib dengan mereka di ujung seluruh pelosok negeri, baik di timur maupun barat, di utara maupun selatan.

“Wahai isteriku, aku tahu, Allah Azza Wa Jalla akan meminta pertanggungjawaban kepadaku di hari kiamat kelak, sedangkan pembela mereka adalah Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam”, keluh Umar.~Afie~