MUTIARA KEHIDUPAN

man jadda wajada

Jumat, 20 Agustus 2010

No word..

Still remember...

dia, mereka...
tepat saat itu, betapa dengan mudahnya angin membawa terbang sang kalbu, menelusuri lautan pasir yang belum pernah ia jamah, menapaki pegunungan yang tak kau ketahui alur perjalanannya, hingga kau terjatuh saat kau berada hampir menuju puncak...

Saat itu kau begitu lugu, meyakini bahwa hal itu adalah kekal, sehingga apa yang kau angankan bisa terkabul..yah, karena saat itu hanya sebuah angan kosong, tanpa ada tujuan yang terstruktur, bahkan kau tetap memacu kuda untuk berlari, meskipun engkau pun tak tahu kemana arahnya...

Saat itu kau menangis dan tertawa, namun apa yang kau lakukan itu, ternyata tiada guna..hanya kesenangan sesaat yang kau dapat, yang kemudian disambung dengan rasa kesal yang mendalam...

Mungkin engkau menyesal, mungkin engkau merasa malu, atau mungkin engkau sudah tak mau tahu dengan urusan saat itu..namun lihatlah saudaramu, ia masih terkungkung, terkurung tak berdaya melawannya, ketika engkau sudah mulai terbebas dari siksa dunia kala itu...

Tapi lihatlah kembali..ketika dia masih saja menghantui kehidupanmu, kehidupan kita..hingga kita yang harus dikorbankan..dan engkau, tetap bertahan dengan kesabaran dan keikhlasanmu...

Dan sekarang, engkau telah bebas, karena engkau benar-benar meninggalkan dunia itu..
tapi..tapi.. kau belum bebas sepenuhnya, selama hidup masih menyertaimu kawan..
Mungkin hukum alam, ketika ada yang pergi, maka ada yang datang..

Dan ketika duniamu telah berbeda, maka apa yang kau hadapi juga akan berbeda..yang terpenting adalah, kau tetap menghadapinya dengan senyum tawakal...

Tak semua orang mengerti apa yang menjadi jalan pikiranmu, memaksakan orang lain untuk mengikuti jalan pikiranmu, juga bukanlah sebuah solusi..jadi komunikasikanlah, dengan mereka, dengannya, dengan penuh kehati-hatian..

Dan tetaplah..tetap menjadi orang yang sabar, ikhlas serta qona'ah..agar setiap langkah ini menjadi ringan, sampai ketika saatnya nanti, ketika hal besar itu berlangsung, biarkan senyum suka dan duka itu menemanimu..

Engkaulah yang melaksanakannya, maka jagalah tekad dan niat ini...

Pasirpun Bisa Menjadi Mutiara

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengaduh pada ibunya karena sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. “Anakku” kata sang ibu sambil bercucuran air mata. “Tuhan tidak memberikan pada kita bangsa kerang sebuah tanganpun, sehingga ibu tidak bisa menolongmu. Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu, kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat,” kata ibunya dengan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasehat bundanya. Ada hasilnya, tapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasehat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun – tahun lamanya.

Tanpa disadari, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya.
Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar. Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh, dan mengkilap pun terbentuk dengan sempurna.

Dirinya kini sebagai hasil derita bertahun – tahun lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang hanya disantap orang

Umar bin Abdul Aziz

Saat Umar menerima amanah memegang kekuasaan, sebagai pemimpin Negara, maka dipilihlah sepuluh orang ulama yang shaleh dan terkemuka di Madinah, sebagai anggota majlis penasehatnya.

Saya ajak tuan-tuan berkumpul dalam majelis ini untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dijanjikan beroleh pahala dari Nya. Tuan-tuan akan menjadi pembantu saya dalam menegakkan kebenaran. Atas nama Allah, saya mengharap kepada tuan-tuan, seandainya tuan-tuan melihat tindakan saya nanti bertentangan dengan aturan dan hukum Allah, ingatkanlah saya dan tunjukkan saya jalan yang benar”, ungkap Umar.

Putera Abdul Aziz ini selalu mengawasi setiap etika, norma hukum, dan pelaksanaan nilai-nilai Islam. Ia memimpin umatnya dan membangun kebesarannya bukan dengan kehalusan budi, sikap, kerendahan hati terhadap sesame manusia, yang disertai dengan keadilan, kebijaksanaan serta kasih sayang, tanpa memilih-milih. Sampai Umar menerima tugas yang lebih besar lagi, diangkat menjadi pemimpin (khalifah), yang memiliki tanggung jawab yang lebih besar lagi.

Isterinya, Fatimah binti Abdul Malik, mengisahkan suatu peristiwa yang dialaminya, yaitu, “Suatu hari aku masuk ke kamarnya, dan kulihat ia sedang susuk di atas tikar sholatnya. Pipinya ditempelkan di atas tangannya, dan air matanya mengalir tanpa henti…"

Lalu, Fatimah bertanya, ”Mengapa engkau menangis seperti ini?”, tanya Fatimah. ”Oh..malangnya Fatimah, aku diberi tugas mengurus seperti ini..Yang menjadi buah pikiranku adalah nasib si miskin yang kelaparan, orang yang merintih kesakitan, orang yang terasing di negeri ini, orang-orang tua renta, janda yang sendirian, orang-orang yang mempunyai tanggungan keluarga yang besar dengan penghasilan yang sangat kecil, dan orang-orang yang senasib dengan mereka di ujung seluruh pelosok negeri, baik di timur maupun barat, di utara mapun selatan.”

Wahai isteriku, aku tahu, Allah Azza wa Jalla akan meminta pertanggungjawaban kepadaku di hari kiamat kelak, sedangkan pembela mereka adalah Rasulullah SAW”, keluh Umar.

Wahai pemimpin, malulah engkau pada Umar, malulah engkau pada Allah SWT. Wallahua’lam bishowab.